“Denmark adalah tempat yang cool untuk belajar di luar negeri, baik secara harfiah maupun kiasan (dingin dan keren). Ini merupakan kali pertama saya pergi ke luar negeri, sehingga saya pikir momen ini haruslah sesuatu yang berkesan!” katanya sambil tersenyum. “Denmark juga dikenal dengan pendidikan yang berkualitas dan juga salah satu negara teraman di dunia, menjadikannya tempat yang ideal untuk studi bagi pelajar dan perantau seperti saya.”
“Dengan datang ke Denmark, saya juga berharap mendapatkan pengalaman untuk mengenal budaya dari berbagai belahan dunia dengan bertemu mahasiswa yang memiliki later belakang bermacam-macam. Gaya belajar mandiri, hubungan yang dekat antara mahasiswa dan dosen, serta metode pembelajaran yang menarik di perguruan tinggi di Denmark, juga menjadi daya tarik utama. Selain itu,” jelas Farhad, “pembelajaran aktif, diskusi kelas, dan berbagai proyek riset membuat seluruh proses belajar menjadi lebih menyenangkan dan menarik.”
“Saya datang ke AU karena program MSc dalam bionformatika. Program yang dibawakan dengan bahasa inggris ini, sesuai dengan kebutuhan saya dan sejalan dengan target akademik dan karier kedepan, termasuk penelitian, peluang pekerjaan, dan beasiswa. Program ini juga menawarkan mata kuliah berbasis proyek dimana kita dapat berkolaborasi dengan sebuah perusahaan, seperti yang saya lakukan pada semester kedua lalu. Saya yakin ini tentunya akan membuka lebih banyak peluang baru.”
“Sejauh ini, pengalaman saya di AU sangat memuaskan. Saya dapat mengatakan bahwa kehidupan di universitas ini cukup santai karena kami (setidaknya saya) umumnya hanya memiliki tiga mata kuliah yang perlu diambil setiap semester, yang berarti kami memiliki lebih banyak waktu luang. Oleh karena itu, saya dapat menemukan keseimbangan antara belajar, kerja paruh waktu, dan juga kehidupan sosial.”
Mengenai lingkungan pendidikan di AU, Farhad menjelaskan, “Saya sangat mengapresiasi pendekatan pembelajaran interaktif, termasuk ujian lisan, yang membuat pembelajaran bagi saya lebih menyenangkan dan juga mengasah intelektualitas. Meskipun hal ini baru bagi saya, saya menemukan persiapan untuk ujian menjadi cukup menyenangkan karena saya dapat belajar bersama dengan kelompok belajar saya, mengadakan simulasi ujian bersama, menulis disposisi materi, hingga berdebat sepanjang malam – sesuatu yang bagi saya baru dan berbeda.”
“Saya juga bertemu dengan banyak orang baik yang sangat membantu, dan mereka menjadi aspek penting dalam hidup saya disini. Saya bersyukur mendapat kesempatan untuk bertemu individu-individu hebat, baik staf universitas maupun mahasiswa, yang telah membuat waktu saya di Denmark benar-benar memuaskan dan positif.”
“Hal yang paling menantang bagi saya sebagai orang yang terbiasa dengan iklim ekuatorial adalah untuk beradaptasi dengan lama atau sebentarnya waktu siang yang berubah setiap musimnya. Menyelaraskan jadwal harian saya dengan sinar matahari yang fluktuatif sepanjang tahun, termasuk menyesuaikan waktu sholat sebagai seorang muslim, merupakan penyesuaian yang signifikan.”
“Selain itu, berhadapan dengan budaya dimana acara sosial seringkali berkaitan dengan pesta malam dan minum-minum, menjadi tantangan tersendiri bagi saya sebagai seseorang yang tidak meminum alkohol,” jelasnya. “Namun, saya mengapresiasi pengalaman unik ini sebagai bagian dari perjalanan hidup dan belajar untuk menjalaninya dengan santai”
“Salah satu hal yang tidak saya sangka adalah kondisi cuaca di Denmark, yang tidak selalu mendung dan hujan seperti yang selalu digambarkan orang-orang (atau mungkin karena saya melihat terlalu banyak meme),” katanya sambil tersenyum lebar. “Perbedaan pola hujan, yang sepertinya tidak lebih buruk jika dibandingkan dengan Indonesia (dengan iklim hutan hujan tropisnya), membuat hujan disini lebih dapat diantisipasi. Namun, lagi-lagi saya masih belum terbiasa dengan cuaca dan angin di musim dingin – terkadang saya bahkan mengenakan hoodie di musim panas,” ujar Farhad sambil tertawa.
“Saya sering pergi ke kafe di akhir pekan untuk membaca buku dan menikmati waktu sendiri ataupun bersama teman-teman. Tempat favorit saya adalah Løve’s Bog- og Vincafé di Nørregade, yang buka hingga malam. Kafe ini memiliki kopi yang sangat enak dan lokasinya pun juga dekat dengan masjid di Nørre Alle.”
“Selain itu, saya juga suka berjalan-jalan di hutan dan danau yang terletak dibelakang tempat tinggal saya, Skjoldhøjkollegiet. Jika beruntung, kita dapat melihat berbagai macam satwa liar, yang menurut saya sangat menarik! Saya juga senang bersepeda di sekitar kota saat waktu luang.”
“Sebelum tiba di Denmark, saya sudah mulai belajar Bahasa Denmark (Danish) melalui ‘Duolingo’ untuk mendapatkan kosakata dasar. Namun, saya merasa hal tersebut tidak begitu efektif untuk aspek berkomunikasi. Setelah tiba disini, saya kemudian mencoba mengikuti kelas Danish yang ditawarkan oleh pemerintah, dan saya telah lulus untuk modul pertama. Jika saya coba ingat kembali, modul pertama ini memakan waktu sekitar 3 bulan, dimana kursus ini juga gratis. Kita hanya perlu membayar deposit yang akan dikembalikan setelah kita lulus untuk modul tersebut. Saat ini saya memutuskan untuk tidak melanjutkannya dulu. Walau begitu, saya masih belajar Danish secara online dan berlatih dengan orang Denmark (meskipun belum konsisten). Saat ini saya dapat berbicara menggunakan Danish dengan orang lain untuk interaksi dasar (seperti percakapan dengan kasir di supermarket atau barista di kafe).”
“Sebagai mahasiswa, salah satu cara saya mempersiapkan diri untuk dunia karier yaitu dengan menghadiri berbagai acara yang diselenggarakan oleh AU Career untuk mahasiswa internasional, seperti workshop penulisan CV dan surat lamaran, belajar berjejaring, dan penggunaan platform penting seperti Linkedin – berpartisipasi dalam pameran kerja juga memberikan saya wawasan tentang peluang karier disini. Melalui langkah ini, saya sempat mendapatkan kesempatan berkolaborasi dengan ‘Omiics’ untuk tugas pelatihan vokasi di bioinformatika. DIsana saya mendapatkan gambaran nyata tentang lingkungan dan budaya kerja di Denmark.”
“Diatas semua itu, saya melakukan janji temu dengan orang Indonesia yang telah bekerja lebih dulu disini untuk menanyakan saran terkait karier di Denmark serta pelajaran dan tips penting lainnya.”
“Saya mendapatkan pekerjaan pertama saya di Denmark sebagai asisten bersih-bersih dimana saya bekerja tergantung dengan jadwal. Umumnya saya hanya bekerja pada akhir pekan karena saya ingin fokus pada studi selama hari biasa. Pada bulan September lalu, saya mendapat tawaran pekerjaan mahasiswa sebagai programmer di sebuah perusahaan, tempat saya dulu melakukan kolaborasi untuk proyek selama semester di musim semi.”
“Pekerjaan paruh waktu ini memberikan saya pengalaman kerja yang amat berharga dan kesempatan untuk membangun jejaring professional di pasar dunia kerja Denmark. DIsini saya mendapat gambaran akan work-life balance di dunia kerja, dimana hal tesebut merupakan nilai penting di negara ini.” Farhad lebih jauh menjelaskan, “Mandiri secara finansial yang saya peroleh melalui pekerjaan ini membantu saya untuk memenuhi kebutuhan harian dan juga tabungan untuk masa depan, menjadikannya bagian dari persiapan karier saya setelah lulus nanti.”
“Yang paling mengejutkan bagi saya tentang bekerja di Denmark adalah standar gaji yang saya terima dari kedua pekerjaan yang saya lakukan. Walaupun hanya bekerja 12 jam per minggu, saya dapat menutupi pengeluaran bulanan dengan cukup, bahkan saya masih dapat menabung.”
“Lebih lanjut, budaya kerja disini sangat menekankan diskusi terbuka, perlakuan terhadap karyawan sebagai rekan sejawat yang setara, dan juga penekanan sehatnya prinsip work-life balance. Nilai ini mencakup produktivitas yang sehat dan kesejahteraan karyawan, linear dengan prinsip yang sangat saya hargai.”
“Saya terbuka dengan berbagai kesempatan dimasa depan. Idealnya, saya akan mencari pekerjaan disini dan menetap lebih lama di Denmark. Tetapi tidak ada yang tahu bukan? Saya sangat menanti, kemana waktu dan pengalaman akan membawa saya.”